Ketergantungan Pada Gadget
Akhir-akhir ini secara tidak sadar kita selalu menggunakan
gadget dalam aktivitas sehari-hari, dengan tujuan untuk mempermudah tugas-tugas
dalam pekerjaan maupun untuk hiburan kita.
Adapun fungsi dan kegunaan gadget tergantung dari jenisnya,
untuk berhubungan dengan orang lain digunakan handphone, untuk memutar musik atau video ada iPods dan MP4, untuk
mengambil foto ada kamera digital,
sedangkan untuk menunjang penyelesaian pekerjaan dengan cepat dan efektif ada komputer (laptop atau desktop), juga
ada yang untuk bermain games yaitu PSP.
Bila dicermati maka penggunaan handphone hingga computer
telah menjadi kegiatan yang tak bisa dilepaskan oleh sebagian besar penduduk
dalam negeri kita ini.
Sebagai contohnya, seorang siswa sekolah menggunakan kedua
gadget untuk berkomunikasi dengan orang tua dan teman-temannya.
Mereka bisa eksis didunia maya untuk chating, nge-twit,
update status facebook dan browsing juga dengan menggunakan handphone dan
computer.
Sehingga dimanapun mereka berada selalu ditemani handphone,
dan parahnya kegiatan ini berlangsung dari bangun tidur hingga waktu tidur lagi, dan mereka menganggap hal ini wajar-wajar saja, bukan
sesuatu yang berlebihan, mereka merasa enjoy ditemani gadget-nya.
Bahkan anak-anak kecilpun sudah akrab dengan gadget.
Dari suatu riset menyimpulkan bahwa para remaja sudah
mengalami ketergantungan pada gadget, sehingga bila gadget tersebut jauh dari
mereka meskipun dalam waktu sehari saja akan timbul rasa panic, gugup uring-uringan
bahkan depresi.
Dari sebuah situs
saya membaca bahwa jutaan penduduk Inggris ditemukan menderita penyakit yang
sering disebut 'Amnesia Numerik'. Pasalnya, mereka terlalu sering menggunakan
ponsel untuk menyimpan nomor kontak ketimbang mengandalkan ingatan otak.
Sebuah penelitian yang dilakukan perusahaan riset CPP
menemukan sebanyak 23 juta orang Inggris tidak tahu nomor ponsel pasangannya,
dan sebanyak 30 juta lainnya tidak dapat mengingat nomor ponsel sahabat mereka
sendiri.
Tak hanya itu, hampir 2/3 dari mereka juga mengatakan akan cemas bila kehilangan nomor di ponsel.
Tak hanya itu, hampir 2/3 dari mereka juga mengatakan akan cemas bila kehilangan nomor di ponsel.
Sementara empat dari sepuluh orang khawatir
kehilangan foto di ponsel dan sepertiga khawatir pesan singkatnya yang hilang.
Untungnya, sebanyak 92% dari yang disurvei mengaku masih
ingat nomor telepon rumah dan sebanyak 60 persen juga masih mengingat nomor telepon
orangtuanya.
Hendaklah disadari meskipun gadget sangat bermanfaat dalam hidup
sehari-hari, terutama dalam bidang informasi dan komunikasi, namun bila
berlebihan pasti menjadi ikatan yang negatif.
Jadi hendaknya kita bijaksana memposisikan penggunaan gadget dalam kehidupan sehari-hari. Maka,
keseimbangan adalah hal yang paling dibutuhkan dalam hal ini.
=============================================
Fobia dan Ponsel
APA ketakutan (fobia) yang paling dirasakan orang modern? Menurut peneliti Inggris setelah menyurvei seribu orang baru-baru ini, yang paling mereka takuti ialah hidup tanpa telepon seluler (ponsel). Peneliti menyebut penyakit tersebut dengan istilah nomophobia (nomofobia), kependekan dari no mobile phone phobia (fobia tanpa ponsel).
Pemimpin lembaga Securenvoy yang menyelenggarakan survei itu, Andy Kemshall, mengatakan dari partisipan yang disurvei diketahui 66% mengaku kesulitan tanpa ponsel. Jumlah itu meningkat dari responden sama yang disurvei empat tahun lalu, yakni 53%.
Para remaja, yang berusia 18-24 tahun, ialah partisipan yang paling tinggi bergantung pada ponsel. Dalam penelitian itu ada 77% remaja usia tersebut yang tidak dapat lepas dari ponsel walau hanya beberapa menit. Pada partisipan usia 25-34 tahun, yang tidak dapat lepas dari ponsel mencapai 68%.
Tim menemukan rata-rata partisipan mengecek ponsel mereka 34 kali dalam sehari, kemudian 75% di antaranya bahkan menggunakannya saat di kamar mandi. Sebanyak 49% partisipan mengaku marah bila isi ponsel mereka dilihat orang lain.
Pemimpin lembaga Securenvoy yang menyelenggarakan survei itu, Andy Kemshall, mengatakan dari partisipan yang disurvei diketahui 66% mengaku kesulitan tanpa ponsel. Jumlah itu meningkat dari responden sama yang disurvei empat tahun lalu, yakni 53%.
Para remaja, yang berusia 18-24 tahun, ialah partisipan yang paling tinggi bergantung pada ponsel. Dalam penelitian itu ada 77% remaja usia tersebut yang tidak dapat lepas dari ponsel walau hanya beberapa menit. Pada partisipan usia 25-34 tahun, yang tidak dapat lepas dari ponsel mencapai 68%.
Tim menemukan rata-rata partisipan mengecek ponsel mereka 34 kali dalam sehari, kemudian 75% di antaranya bahkan menggunakannya saat di kamar mandi. Sebanyak 49% partisipan mengaku marah bila isi ponsel mereka dilihat orang lain.